Dugaan Penyimpangan Revitalisasi di SDN 41 Rangas Majene, Orang Luar Diduga Kuasai P2SP

fokus86.com | MAJENE — Program Revitalisasi Satuan Pendidikan (P2SP) di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, yang seharusnya dikelola secara swakelola oleh sekolah bersama komite, kini menuai sorotan tajam. Pasalnya, sejumlah satuan pendidikan penerima bantuan pemerintah (Banpem) diduga melibatkan orang luar sebagai pengelola utama, bahkan menyerupai sistem kontraktor terselubung.

Berdasarkan investigasi lapangan, praktik ini terungkap di SD Negeri 41 Rangas, Kecamatan Banggae. Di sekolah tersebut, suami kepala sekolah diduga kuat terlibat langsung sebagai pelaksana utama pembangunan, padahal jelas dilarang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) P2SP. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.

Menurut aturan resmi, ketua P2SP harus berasal dari internal sekolah atau komite sekolah. Kepala sekolah sendiri bertindak sebagai penanggung jawab, sementara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar dilibatkan sebagai anggota panitia. Orang luar hanya boleh menjadi tenaga teknis atau tukang, bukan pengendali dana maupun pengambil keputusan utama.

Namun kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Dugaan keterlibatan pihak luar sebagai “kontraktor bayangan” muncul di beberapa sekolah penerima bantuan revitalisasi di Majene. Pola ini dikhawatirkan menjadi pintu masuk praktik keuntungan pribadi dari dana miliaran rupiah yang seharusnya murni untuk peningkatan mutu sarana pendidikan.

Praktik ini jelas bertolak belakang dengan semangat swakelola. Dana Banpem yang bersumber dari APBN Tahun 2025 dimaksudkan untuk memperkuat partisipasi masyarakat dan akuntabilitas sekolah, bukan untuk dialihkan ke tangan pihak ketiga. Jika benar ada pihak luar yang menguasai kepanitiaan, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Juknis.

Ironisnya, meskipun dugaan penyimpangan mulai mencuat, hingga kini belum tampak tindakan pengawasan ketat dari aparat terkait. Sejumlah kalangan menilai lemahnya kontrol membuka ruang bagi praktik penyalahgunaan kewenangan dalam proyek pendidikan bernilai besar ini.

Publik pun menaruh curiga bahwa SD 41 Rangas hanyalah salah satu contoh. Bisa jadi, sekolah-sekolah lain di Majene yang mendapatkan bantuan revitalisasi juga menerapkan pola serupa dengan melibatkan pihak luar untuk menguasai proyek. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: sejauh mana transparansi dan akuntabilitas program benar-benar dijalankan?

Masyarakat pendidikan dan pemerhati anggaran menegaskan, pembentukan P2SP harus sesuai aturan agar tidak menimbulkan celah penyalahgunaan. Jika praktik penyimpangan dibiarkan, tujuan utama revitalisasi — meningkatkan mutu sarana pendidikan — akan gagal tercapai dan yang dirugikan adalah siswa.

Untuk itu, aparat penegak hukum, inspektorat, dan lembaga pengawas keuangan diminta turun tangan memantau setiap proses pembentukan panitia hingga pelaksanaan proyek revitalisasi di Majene. Transparansi dan integritas mutlak dijaga agar dana negara yang mencapai miliaran rupiah benar-benar tepat sasaran dan tidak menjadi bancakan segelintir orang. (Dr)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *