fokus86.com | MAJENE — Proyek revitalisasi sekolah dasar senilai lebih dari Rp1 miliar di SDN 41 Rangas, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, memantik kritik keras. Program yang digadang-gadang untuk memperbaiki kualitas infrastruktur pendidikan justru diduga dijalankan serampangan dan jauh dari semangat akuntabilitas.
Pekerjaan fisik yang dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan, dengan nilai Rp1.008.283.331 itu, kini jadi sorotan tajam warga dan pemerhati pendidikan. Pasalnya, sejumlah kejanggalan terungkap di lapangan, mulai dari lokasi pembangunan yang tidak wajar hingga mutu konstruksi yang meragukan.
Salah satu sorotan mencolok datang dari pembangunan toilet guru. Alih-alih dibangun di dalam atau di sisi belakang sekolah sebagaimana lazimnya, WC itu berdiri mencolok di sisi luar pagar sekolah, berdiri pas disamping ke jalan beton Kelurahan Rangas. Ironisnya, pagar sekolah harus dirobohkan demi proyek ini.
“Biasanya WC itu di samping atau belakang sekolah, bukan di depan,” ujar Selman, seorang warga setempat dengan heran.
Kepala Sekolah SDN 41 Rangas, Nur Bania, berdalih pembangunan dilakukan di atas lahan milik sekolah. Namun ia mengakui bahwa WC tersebut dibangun tanpa bak penampungan limbah. Alasannya, kata dia, item tersebut tidak tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disusun oleh konsultan proyek.
Tak hanya itu. Di salah satu ruang kelas, dinding dari batu merah dipasang tanpa pondasi dan sloof yang layak. Praktik ini tak hanya melanggar kaidah teknis konstruksi, tapi juga membahayakan keselamatan siswa.
“Kalau dinding roboh, siapa yang bertanggung jawab?,” ujar salah seorang orangtua murid yang enggan disebut namanya. Kamis (02/10/2025).
Indikasi lemahnya pengawasan juga terlihat dari dugaan pembongkaran pagar sekolah yang dilakukan tanpa prosedur resmi. ditengarai tidak ada berita acara, padahal pagar itu sebelumnya dibangun menggunakan dana negara.
Program revitalisasi satuan pendidikan merupakan bagian dari upaya pemerintah pusat memperbaiki lingkungan belajar di lebih dari 4 ribu SD pada tahun 2025, dengan target total 13 ribu sekolah. Pelaksanaan program ini menggunakan skema swakelola, dana disalurkan langsung ke rekening sekolah dan dikelola oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) bersama masyarakat. Tujuannya mulia, transparansi dan pemberdayaan. Tapi di SDN 41 Rangas, semangat itu tampaknya memudar di balik beton dan batu bata.
Dengan dana sebesar itu, publik mempertanyakan integritas P2SP yang terkesan bekerja asal-asalan. Warga pun mendesak pihak berwenang, termasuk inspektorat dan aparat penegak hukum, turun langsung memantau dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.
Jika tak segera ditindak, program revitalisasi yang semestinya menjadi tonggak peningkatan kualitas pendidikan, bisa-bisa hanya menyisakan bangunan rapuh dan harapan kosong. (Dr)